Di Indonesia Banyak sekali Undang-undang yang mengatur tentang kehidupan masyarakat, tetapi dalam kehidupan seharai-hari masih sering terjadi ketidakefektifan hukum karena masih banyak pelanggaran hukum dan manipulasi hukum di kehidupan masyarakat khususnya di Indonesia.
Mengenai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak Di Indonesia ini masih belum efektif dikarenakan ada kerancuan tentang parameter anak. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada Bab I
Ketentuan Umum, pasal 1 dijelaskan bahwa “Anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan”. Jadi yang membedakan antara anak dan dewasa hanya umur
saja. Sebenarnya mendefinsikan anak/ belum dewasa itu menjadi begitu
rancu ketika melihat batas umur anak/ batas dewasanya seseorang dalam
peraturan perundang-undangan satu dan lainnya berbeda-beda. Selain itu
dalam UU sebenarnya masih banyak ketentuan lainnya yang menjelaskan
seluk-beluk tentang anak. Maka dengan penjelasan lebih rinci diharapkan
hal ini mampu jadi patokan dalam menganalisis suatu kasus yang terjadi,
apakah masuk ranah anak atau dewasa.
Undang-undang khusus tentang perlindungan anak ini juga diharapkan
mampu menjadi Undang-Undang yang jelas dan menjadi landasan yuridis untuk
mengawasi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab beberapa hal yang
terkait dan yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu, pertimbangan
lain bahwa perlindungan anak merupakan bagian dari kegiatan pembangunan
nasional dan khususnya dalam meningkatkan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk
menjaga dan berperan serta yang mana hak ini sesuai dengan kewajiban
dalam hukum
Jadi Apakah Undang-Undang no 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Di Indonesia sudah efektif? Jawabannya adalah belum efektif dan belum sepenuhnya maksimal karena masih banyak terjadi
kekerasan pada anak. Indonesia Media Monitoring Center (IMMC) melakukan riset media
pemberitaan tentang tindakan kekerasan terhadap anak. Hasil riset
menunjukkan bahwa pemberitaan tentang kekerasan terhadap anak dapat
dipilah dalam beberapa segmentasi bidang. Mulai dari segmentasi sosial,
hukum, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan agama. Riset pemberitaan
dilakukan sejak 23 Juli 2011 hingga 15 Juli 2012.
“Di lingkup pendidikan misalnya, terjadi tindakan kekerasan terhadap
anak dengan pola dan kekhasan modusnya. Baik berupa tidakan kekerasan
kasat mata yang dilakukan guru ataupun pola kekeraan yang laten.
Di lingkup kesehatan dan sosial kita juga dapat menemukan pola kekerasan terhadap anak. Jadi, kekerasan terhadap anak terjadi pada berbagai segementasi, dengan beragam pola dan modus. Riset yang dilakukan IMMC mencoba untuk memetakan kategorisasi tersebut,” demikian disampaikan Muhammad Farid, Direktur Riset IMMC dalam rilis yang dikirimkannya.
Di lingkup kesehatan dan sosial kita juga dapat menemukan pola kekerasan terhadap anak. Jadi, kekerasan terhadap anak terjadi pada berbagai segementasi, dengan beragam pola dan modus. Riset yang dilakukan IMMC mencoba untuk memetakan kategorisasi tersebut,” demikian disampaikan Muhammad Farid, Direktur Riset IMMC dalam rilis yang dikirimkannya.
Hasil riset IMMC menunjukkan bahwa 26% tindakan kekerasan terhadap
anak terjadi pada lingkup sosial, 14% lingkup hukum, 11% pendidikan dan
kesehatan, 2% ekonomi dan 1% agama. “Pertama, hasil riset ini
menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak ada yang bersifat eksplisit,
tapi ada juga yang laten. Karena itu, dibutuhkan paradigma yang
komprehensif dan jeli dalam melihat persoalan ini. Yang kedua, hasil
riset menunjukkan bahwa kekerasan anak terjadi pada berbagai dimensi
kehidupan dan bidang. Sangat merata. Maka, solusi menangani persoalan
ini juga harus mencakup seluruh dimensi, tidak segmented,” jelas Farid.
Sumber Data:
Hasil Monitoring IMMC Tentang Kekerasan dan Perlindungan terhadap Anak, 23 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar