Jumat, 21 September 2012

Aspek Hukum Perlindungan Anak

Hukum anak sebenarnya memiliki makna yang tidak sebatas pada persoalan peradilan anak, namun lebih luas dari itu. Undang-undang No. 23/2002 tentang perlindungan anak telah membantu memberikan tafsir, apa-apa saja yang menjadi bagian hukum anak di Indonesia yang dimulai dari hak keperdataan anak di bidang pengasuhan, perwalian dan pengangkatan anak; juga mengatur masalah eksploitasi anak anak di bidang ekonomi, sosial dan seksual. Persoalan lain yang diatur dalam hukum perlindungan anak adalah bagaimana penghukuman bagi orang dewasa yang melakukan kejahatan pada anak-anak dan juga tanggung jawab orang tua, masyarakat dan negara dalam melindungi anak-anak. Dengan demikian cakupan hukum anak sangat luas dan tidak bisa disederhanakan hanya pada bidang pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak-anak.
Menyebar
Undang-Undang (UU) yang mengatur masalah hukum anak masih menyebar di beberapa perundung-undangan di Indonesia. Sangat disayangkan. Sebut saja misalnya, tentang perlindungan anak dari tindak pidana perdagangan orang ada diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU No. 21/2007), namun walaupun sudah diatur dalam UU tersebut, tidak ada defenisi yang memberikan batasan tentang perdagangan orang. Demikian juga yang terkait dengan perlindungan anak dari pornografi diatur dalam UU No. 44/2008 tentang Pornografi. Demikian tentang perlindungan anak dari kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam UU No. 23 tahun 2004.Undang-undang No. 1 tahun 1974 mengatur tentang hak waris anak, soal prinsip-prinsip pengasuhan anak juga batasan usia menikah bagi seorang anak. Demikian juga soal kewarganegaraan seorang anak ada diatur dalam Undang-Undang Kewarganegaraan tahun 2006. Lalu tentang batasan minimum anak diperbolehkan bekerja dan hak-hak yang dimiliki pekerja anak ada diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan. Dan banyak aspek lain yang mengatur tentang persoalan anak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Dari gambaran di atas menunjukkan kompleksitas persoalan perlindungan hukum anak sangat luas, dan tidak bisa disederhanakan pada satu isu saja. Penting untuk memperluas cakupan dan wawasan para penegak hukum tentang pentingnya pemahaman yang komprehensif yang terkait dengan hukum anak termasuk mempertimbangkan tentang amandemen kurikulum perguruan tinggi khususnya fakultas hukum dalam memasukkan komponen ini dalam mata kuliah sehingga keahliaan hukum anak bisa lebih meningkat yang pada akhirnya mampu memecahkan berbagai persoalan yang menyangkut perlindungan anak di Indonesia.
Penyidik Anak
Penyidik anak saat ini baru sebatas dimiliki oleh penegak hukum di tingkat kepolisian yang berada pada unit perlindungan anak dan perempuan (Unit PPA), itupun tidak secara spesifik disebut sebagai penyidik anak, namun otoritas diberikan kepada mereka jika menghadapi kasus-kasus yang terkait dengan anak sebagai pelaku atau anak sebagai korban.
Otoritas penyidik anak sudah sepatutnya juga diberikan kepada petugas dari kementrian sosial untuk mengawasi pengasuhan ,perwalian dan pengangkatan anak. Acap kali ketika terjadi sengketa terhadap hak asuh anak di pengadilan, kerap juga terjadi penguasaan anak oleh salah satu pihak dan pihak lain tidak diberikan akses untuk mengunjungi atau secara bersama sama mengasuh anak tersebut padahal perceraian belum diputus oleh pengadilan. Demikian juga ketika telah terjadi putusan pengadilan untuk menunjuk salah satu pihak sebagai pengasuh anak namun di lapangan diingkari oleh pihak suami atau isteri maka pemerintah sama sekali tidak bisa intervensi untuk mengeksekusi putusan tersebut. Kasus lain tentang tidak ada satu institusi yang punya kewenangan untuk melakukan pengawasan adopsi anak baik oleh warga negera Indonesia maupun warga negara asing . Pengawasan yang dimaksudkan bukan saja ketika ada pelaporan, tetapi juga secara proaktif dilakukan tanpa harus menunggu pelaporan. Ketiadaan penyidik anak di kementerian sosial ini menyebabkan terjadi kekosongan hukum sehingga sering terjadi penyalahgunaan hak-hak anak oleh orang dewasa termasuk orang tuanya sendiri. Negara belum mampu memberikan perlindungan terhadap tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh orang tua (kandung maupun angkat) terhadap anak-anaknya. Egoisme yang dimiliki oleh orang tua kerap kali mengorbankan kepentingan anak dan negara tidak mampu melindunginya.
Kompilasi dan harmonisasi
Karena masih bertebaranya peraturan perundung-undangan yang mengatur masalah perlindungan anak dan bahkan beberapa perundangan masih bertubrukan dengan perundangan lain, maka perlu dilakukan kompilasi perundang-undangan tersebut oleh badan negara yang berwenang selanjutnya dilakukan kajian untuk melihat harmonisasi antara perundang-undangan yang ada. Dengan demikian akan dapat dilihat tubrukan dan kekosongan hukum yang terjadi. Maka langkah berikutnya adalah melakukan legal reform agar persoalan anak bisa menjadi prioritas yang dijalankan oleh negara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar