Hukum anak sebenarnya memiliki
makna yang tidak sebatas pada persoalan peradilan anak, namun lebih
luas dari itu. Undang-undang No. 23/2002 tentang perlindungan anak
telah membantu memberikan tafsir, apa-apa saja yang menjadi bagian
hukum anak di Indonesia yang dimulai dari hak keperdataan anak di
bidang pengasuhan, perwalian dan pengangkatan anak; juga mengatur masalah eksploitasi anak anak di bidang ekonomi, sosial dan seksual. Persoalan lain yang diatur dalam hukum perlindungan anak adalah bagaimana
penghukuman bagi orang dewasa yang melakukan kejahatan pada anak-anak
dan juga tanggung jawab orang tua, masyarakat dan negara dalam
melindungi anak-anak. Dengan demikian cakupan hukum anak sangat luas
dan tidak bisa disederhanakan hanya pada bidang pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh anak-anak.
Menyebar
Undang-Undang (UU) yang mengatur
masalah hukum anak masih menyebar di beberapa perundung-undangan di
Indonesia. Sangat disayangkan. Sebut saja misalnya, tentang
perlindungan anak dari tindak pidana perdagangan orang ada diatur dalam
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU No.
21/2007), namun walaupun sudah diatur dalam UU tersebut, tidak ada
defenisi yang memberikan batasan tentang perdagangan orang. Demikian
juga yang terkait dengan perlindungan anak dari pornografi diatur dalam
UU No. 44/2008 tentang Pornografi. Demikian tentang perlindungan anak
dari kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam UU No. 23 tahun
2004.Undang-undang No. 1 tahun 1974 mengatur tentang hak waris anak,
soal prinsip-prinsip pengasuhan anak juga batasan usia menikah bagi
seorang anak. Demikian juga soal kewarganegaraan seorang anak ada
diatur dalam Undang-Undang Kewarganegaraan tahun 2006. Lalu tentang
batasan minimum anak diperbolehkan bekerja dan hak-hak yang dimiliki
pekerja anak ada diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan. Dan banyak
aspek lain yang mengatur tentang persoalan anak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Dari gambaran di atas menunjukkan
kompleksitas persoalan perlindungan hukum anak sangat luas, dan tidak
bisa disederhanakan pada satu isu saja. Penting untuk memperluas
cakupan dan wawasan para penegak hukum tentang pentingnya pemahaman
yang komprehensif yang terkait dengan hukum anak termasuk
mempertimbangkan tentang amandemen kurikulum perguruan
tinggi khususnya fakultas hukum dalam memasukkan komponen ini dalam
mata kuliah sehingga keahliaan hukum anak bisa lebih meningkat yang
pada akhirnya mampu memecahkan berbagai persoalan yang menyangkut
perlindungan anak di Indonesia.
Penyidik Anak
Penyidik anak saat ini baru sebatas dimiliki oleh penegak hukum di
tingkat kepolisian yang berada pada unit perlindungan anak dan
perempuan (Unit PPA), itupun tidak secara spesifik disebut sebagai
penyidik anak, namun otoritas diberikan kepada mereka jika menghadapi kasus-kasus yang terkait dengan anak sebagai pelaku atau anak sebagai korban.
Otoritas penyidik anak sudah sepatutnya juga diberikan kepada
petugas dari kementrian sosial untuk mengawasi pengasuhan ,perwalian
dan pengangkatan anak. Acap kali ketika terjadi sengketa terhadap hak
asuh anak di pengadilan, kerap juga terjadi penguasaan anak oleh salah
satu pihak dan pihak lain tidak diberikan akses untuk mengunjungi atau
secara bersama sama mengasuh anak tersebut padahal perceraian belum
diputus oleh pengadilan. Demikian juga ketika telah terjadi putusan
pengadilan untuk menunjuk salah satu pihak sebagai pengasuh anak namun
di lapangan diingkari oleh pihak suami atau isteri maka pemerintah sama
sekali tidak bisa intervensi untuk mengeksekusi putusan tersebut. Kasus
lain tentang tidak ada satu institusi yang punya kewenangan untuk melakukan
pengawasan adopsi anak baik oleh warga negera Indonesia maupun warga
negara asing . Pengawasan yang dimaksudkan bukan saja ketika ada
pelaporan, tetapi juga secara proaktif dilakukan tanpa harus menunggu
pelaporan. Ketiadaan penyidik anak di kementerian sosial ini
menyebabkan terjadi kekosongan hukum sehingga sering
terjadi penyalahgunaan hak-hak anak oleh orang dewasa termasuk orang
tuanya sendiri. Negara belum mampu memberikan perlindungan terhadap
tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh orang tua (kandung
maupun angkat) terhadap anak-anaknya. Egoisme yang dimiliki oleh orang
tua kerap kali mengorbankan kepentingan anak dan negara tidak mampu
melindunginya.
Kompilasi dan harmonisasi
Karena masih bertebaranya
peraturan perundung-undangan yang mengatur masalah perlindungan anak
dan bahkan beberapa perundangan masih bertubrukan dengan perundangan
lain, maka perlu dilakukan kompilasi perundang-undangan tersebut oleh
badan negara yang berwenang selanjutnya dilakukan kajian
untuk melihat harmonisasi antara perundang-undangan yang ada. Dengan
demikian akan dapat dilihat tubrukan dan kekosongan hukum yang terjadi. Maka langkah berikutnya adalah melakukan legal reform agar persoalan anak bisa menjadi prioritas yang dijalankan oleh negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar